PALI, HPC - Tim Ekspedisi Patriot (TEP) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) Universitas Diponegoro (UNDIP) menggelar Focus Group Discussion (FGD) perdana di Ruang Rapat Sekretariat Daerah Kabupaten PALI, Senin (20/10).
Kegiatan ini menjadi wadah strategis bagi lintas pemangku kepentingan—mulai dari unsur pemerintah daerah, akademisi, tokoh masyarakat, hingga warga transmigran—untuk membahas permasalahan lahan usaha (LU) di kawasan transmigrasi.
FGD yang dipandu oleh Dr. Dessy Adriani, S.P., M.Si. dan Adi Firman Ramadhan, S.E., M.Ak. ini bertujuan menggali aspirasi warga, memetakan potensi daerah, sekaligus merumuskan solusi konkret bagi pengembangan kawasan transmigrasi di PALI.
Salah satu isu krusial yang mengemuka berasal dari keluhan Rohmat, warga transmigran asal Yogyakarta yang telah menetap di Desa Karang Tanding sejak 2002. Ia menuturkan bahwa hingga kini warga belum memperoleh lahan usaha yang dijanjikan seluas dua hektare per kepala keluarga.
“Lahan pekarangan sudah kami terima, tapi lahan usaha belum juga dibuka karena masih berupa rawa. Kami tak sanggup membuka sendiri tanpa alat berat,” ungkap Rohmat.
Kondisi serupa diungkap Firdaus, warga lainnya, yang menyebut pembukaan lahan rawa secara manual tidak memungkinkan.
“Kami untuk makan saja masih susah, apalagi sewa alat berat,” ujarnya.
Berdasarkan data lapangan, terdapat 200 hektare lahan rawa yang diperuntukkan bagi warga transmigran. Namun, keterbatasan biaya dan akses alat berat membuat pembukaan lahan mandek selama lebih dari dua dekade.
Menanggapi persoalan tersebut, Indra dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) PALI menjelaskan adanya hambatan administratif akibat pemekaran wilayah dari Kabupaten Muara Enim.
“Data aset transmigrasi Desa Karang Tanding masih banyak yang berada di Muara Enim dan belum sepenuhnya ditemukan,” jelasnya.
Pihak Disnakertrans PALI pun berkomitmen menjembatani proses koordinasi hingga tingkat provinsi agar hak warga dapat segera terealisasi.
“Kami siap fasilitasi jika harus konfirmasi ke Muara Enim atau ke provinsi,” tambahnya.
Fasilitator FGD Dr. Dessy Adriani mengingatkan bahwa pembukaan lahan rawa memerlukan perencanaan teknis yang matang, terutama dalam pengelolaan drainase.
“Jika lahan rawa dibuka tanpa tata kelola air yang baik, risikonya justru banjir dan gagal olah,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Tim 1 Ekspedisi Patriot KT Petata PALI, Yohanes Thianika Budiarsa, S.I.Kom., MGMC, menekankan pentingnya penyelesaian aspek legalitas lahan usaha serta keberlanjutan komoditas unggulan daerah.
“Karet tetap menjadi tulang punggung ekonomi lokal, namun pengembangan sawit perlu dikawal agar tidak menimbulkan dampak lingkungan,” ujarnya menutup diskusi.
 

