Selasa, April 29, 2025, 19:02 WIB
Last Updated 2025-04-29T12:02:56Z
EntertainmentTrending

Pengepungan di Bukit Duri: Aksi Distopia yang Menggugah Memori Kolektif


Pengepungan di Bukit Duri adalah film aksi-thriller distopia yang disutradarai dan ditulis oleh Joko Anwar, serta diproduksi bersama oleh Amazon MGM Studios dan Come and See Pictures. Film ini menandai kolaborasi pertama Joko Anwar dengan studio Amerika dan merupakan film non-horor pertamanya sejak 2019. Dibintangi oleh Morgan Oey, Omara Esteghlal, dan Hana Malasan, film ini telah menarik lebih dari satu juta penonton dalam sepuluh hari penayangannya di Indonesia. 


Berlatar tahun 2027, film ini mengikuti kisah Edwin (Morgan Oey), seorang guru pengganti di Thorn High—sebuah pusat rehabilitasi remaja bermasalah—yang sedang mencari keponakannya yang hilang. Setelah menemukan keponakannya, mereka terjebak di dalam sekolah saat kerusuhan anti-Tionghoa melanda kota. Mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dari serangan brutal para siswa yang ingin menghabisi mereka. 


Film ini mendapat pujian dari media Indonesia atas tema sosial dan konteks historisnya. Cinemags mencatat prolog film yang menggugah, mengingatkan pada peristiwa traumatis kerusuhan Mei 1998 di Indonesia. Republika menyoroti fokus film pada krisis sosial yang berkelanjutan, khususnya kekerasan dan diskriminasi, serta referensi implisit terhadap kerusuhan 1998 yang menggambarkan komunitas Tionghoa-Indonesia sebagai minoritas rentan yang menghadapi prasangka sistemik. 


Dalam konferensi pers, penulis bersama Tia Hasibuan menyatakan bahwa setting tahun 2027 dipilih sebagai peringatan bahwa sejarah bisa terulang jika kita tidak waspada dan tidak berusaha menyembuhkan trauma masa lalu bangsa. Joko Anwar mengungkapkan bahwa naskah film ini sebenarnya telah selesai pada 2008, namun ditunda dengan harapan situasi sosial Indonesia membaik. Namun, pada 2024, mereka merasa bahwa masalah yang sama masih ada, sehingga memutuskan untuk melanjutkan proyek ini.


Pengepungan di Bukit Duri tidak hanya menawarkan aksi menegangkan, tetapi juga mengajak penonton untuk merenungkan isu-isu sosial yang masih relevan di Indonesia. Film ini menjadi pengingat bahwa sejarah bisa terulang jika kita tidak belajar dari masa lalu.​