Khamis, Mei 22, 2025, 11:26 WIB
Last Updated 2025-05-22T05:10:35Z
BisnisDaerahTrending

Kasus Keracunan Massal di PALI: Tempe Dituding Jadi Penyebab, Pedagang Meminta Investigasi Objektif

Tempe | Foto : Istimewa


HPC,PALI -- Hasil laboratorium yang menunjukkan temuan bakteri Staphylococcus aureus pada sampel tempe goreng dalam kasus keracunan massal di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatra Selatan, memicu kontroversi dan reaksi keras dari pelaku usaha tempe lokal.


Dinas Kesehatan Kabupaten PALI menyatakan bahwa hasil uji laboratorium dari Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BLKM) Palembang menemukan bakteri tersebut dalam jumlah melebihi ambang batas pada tempe goreng yang diuji. Namun, para pedagang tempe menolak jika tempe langsung dijadikan kambing hitam.


Eka Balgis, pengusaha tempe di Talang Cepat Kelurahan Talang Ubi Selatan,menyayangkan pernyataan yang menyudutkan tempe sebagai penyebab utama keracunan massal.


“Kami sangat menyayangkan kalau tempe langsung disalahkan. Ini bisa membuat masyarakat takut makan tempe, padahal tempe adalah makanan bergizi dan terjangkau,” ujarnya kepada wartawan. 


Eka menduga kontaminasi Staphylococcus aureus terjadi setelah proses memasak, kemungkinan besar saat distribusi atau penjamahan makanan tanpa standar kebersihan yang baik.


Sementara itu Rika Apriyani, penjual tempe di Pasar Tradisional Pendopo PALI, menegaskan bahwa proses produksi tempe mentah dilakukan dengan sangat hati-hati. Ia menambahkan bahwa jika ada kontaminasi pada awal proses, maka fermentasi tempe tidak akan berhasil.


“Tempe yang terkontaminasi dari awal tidak akan jadi. Justru kami curiga ada kontaminasi setelah digoreng, mungkin dari tangan penjamah atau alat yang tidak steril,” jelas Rika.



Ia juga menyebutkan bahwa tempe semangit atau hampir busuk masih memiliki peminat tersendiri dan sering diolah menjadi makanan tradisional tertentu.


Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten PALI, H. Andre Fajar Wijaya, membenarkan bahwa bakteri ditemukan dalam sampel tempe goreng. Namun, ia menegaskan belum dapat dipastikan kapan dan bagaimana kontaminasi terjadi.


“Staphylococcus aureus bisa berasal dari tangan penjamah makanan atau peralatan masak yang tidak higienis. Kami tidak menyatakan tempe sebagai penyebab pasti, karena hasil uji hanya menunjukkan keberadaan bakteri, bukan sumber kontaminasinya,” jelas Andre.


Kontroversi ini telah menyebabkan penurunan penjualan tempe di pasar-pasar tradisional di PALI. Para pedagang merasa dirugikan dan menuntut agar investigasi dilakukan secara adil dan tidak merugikan usaha rakyat kecil.


“Kami berharap penyelidikan dilakukan secara menyeluruh dan berbasis bukti. Jangan sampai masyarakat salah paham, dan usaha kami hancur karena asumsi yang belum terbukti,” tegas Rika.