Jumaat, Mei 23, 2025, 19:26 WIB
Last Updated 2025-05-24T01:58:04Z
DaerahNasionalTrending

Dinkes Tegaskan Hasil Uji Lab,Omset Pengrajin Tempe di PALI Menurun

Plt Kepala Dinkes PALI, H. Andre saat membuka konferensi press | Foto : hitspali.com


HPC,PALI - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menegaskan bahwa tempe goreng yang dikonsumsi siswa menjadi pemicu utama kasus keracunan massal yang terjadi usai program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pernyataan ini berdasarkan hasil uji laboratorium dari Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat Palembang.


Plt Kepala Dinkes PALI, H. Andre, dalam konferensi pers di Kantor Dinkes PALI pada Jumat, 22 Mei 2025, menyampaikan bahwa berdasarkan sertifikat hasil uji nomor SR.04.04/XI.1/138/2025, tempe goreng yang dikonsumsi mengandung patogen Staphylococcus aureus yang melebihi ambang batas aman.


"Hasil uji menunjukkan kadar Staphylococcus aureus mencapai 45.000 CFU/gram, sementara ambang batas yang ditetapkan SNI 2332.9:2015 adalah jauh di bawah itu," ungkap H. Andre di hadapan awak media.


Tak hanya tempe, dua sampel air yang digunakan dalam pengolahan makanan juga disebut melebihi nilai baku mutu.


"Air dari sumur bor dan PDAM yang digunakan di dapur MBG juga mengandung cemaran yang berpotensi menyebabkan keracunan," jelasnya.


Yati, pengrajin tempe lokal yang selama ini memasok bahan ke dapur MBG, merasa dirugikan dengan tudingan tersebut. Ia menegaskan bahwa proses produksi tempenya selalu mengedepankan prinsip higienitas.



"Sejak 2012 saya jadi pengrajin tempe, tidak pernah ada masalah. Air yang digunakan pun bersih, dari sumur biasa, bukan dari PDAM," terang Yati.


Ia juga menyoroti kebijakan dapur MBG yang kala itu membeli tempe dalam jumlah lebih sedikit dari biasanya.


"Biasanya mereka beli 500 keping, tapi waktu itu hanya 300. Katanya masih ada sisa dari minggu sebelumnya. Saya tidak bisa menjamin kualitas tempe sisa yang dibekukan lalu dimasak lagi, karena tempe cepat basi," tegasnya.


Yati mendesak agar pihak laboratorium mengklarifikasi lebih rinci asal usul bakteri tersebut.


"Kalau memang dari bahan atau air, jelaskan secara ilmiah, jangan langsung menyalahkan tempe," imbuhnya.


Sejak isu ini mencuat, Yati mengaku penjualan tempenya menurun drastis.


"Dari 500 keping yang saya buat, sekarang hanya laku 200. Ini sangat memukul pendapatan kami. Kami berharap pemerintah bisa membantu memulihkan kepercayaan masyarakat," harapnya.


Yati juga mengusulkan agar jika masalahnya berasal dari kedelai, pemerintah menyediakan bahan baku yang bermutu. Namun jika dari air, ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menggunakan air PDAM dalam proses produksi.