Selasa, Julai 08, 2025, 15:52 WIB
Last Updated 2025-07-08T12:18:05Z
DaerahNasionalTrending

Mahkamah Agung Desak Pemkab PALI Siapkan Lahan untuk Pengadilan Agama, Warga Masih Kesulitan Urus Perceraian Resmi

Ilustrasi | Foto : ist


HPC,PALI – Mahkamah Agung Republik Indonesia mendesak Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) untuk segera menyediakan lahan hibah guna pembangunan Pengadilan Agama (PA) di wilayah tersebut. Desakan ini muncul menyusul tingginya angka perceraian yang tidak tercatat secara resmi alias di bawah tangan akibat belum adanya kantor Pengadilan Agama di PALI.


Sekretaris PA Muara Enim, Hendri Suryana, S.Ag., mengungkapkan bahwa rendahnya kesadaran hukum ditambah jauhnya jarak tempuh ke Pengadilan Agama Muara Enim menjadi faktor utama banyaknya pasangan yang memilih bercerai tanpa proses hukum.


“Masih banyak masyarakat PALI yang bercerai begitu saja, tanpa putusan resmi dari pengadilan. Ini sangat merugikan, terutama bagi perempuan dan anak-anak karena tidak ada perlindungan dan kepastian hukum,” jelas Hendri, Senin (7/7/2025).


Selain itu, kendala biaya transportasi dan akses menuju Muara Enim menjadi beban tambahan, khususnya bagi warga yang tinggal di pelosok PALI.



Menurut Hendri, Mahkamah Agung hanya meminta satu hal dari Pemkab PALI—penyediaan lahan hibah minimal satu hektar yang lokasinya strategis dan mudah dijangkau, seperti di sepanjang jalan protokol. Seluruh proses pembangunan gedung dan fasilitas akan dibiayai penuh oleh Mahkamah Agung RI.


“Cukup lahan saja. Pembangunannya dari pusat. Sayangnya, sampai saat ini PALI belum menunjukkan progres signifikan,” tegasnya.


Padahal, sejumlah kabupaten tetangga seperti Ogan Ilir, Musi Rawas, Empat Lawang, hingga Musi Rawas Utara sudah lebih dulu merespons surat MA dan menyediakan lahan untuk pembangunan PA.


Hendri berharap Pemerintah Kabupaten PALI segera menanggapi serius permintaan Mahkamah Agung ini. Kehadiran Pengadilan Agama dinilai krusial dalam menjawab kebutuhan hukum masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan perkara keluarga seperti perceraian, hak asuh anak, waris, hingga sengketa rumah tangga.


“Ini bukan sekadar proyek pembangunan lembaga, tapi wujud nyata pelayanan hukum bagi masyarakat PALI. Makin lama ditunda, makin banyak warga yang tak mendapatkan keadilan,” tutup Hendri.